Sudah hampir sebulan ini Asep (bukan nama sebenarnya) gelisah. Setiap malam tiba, warga Jakarta Selatan ini mengaku tak berani mendekati sang istri. "Malu," kata pria berusia setengah abad ini. Ia mengaku mengalami penurunan hasrat seksual. Awalnya, ia enggan mengakui hal itu. Tapi, setelah didesak sang istri, ia pun mengakuinya. Apalagi, sang istri masih memiliki keinginan untuk berhubungan intim, tapi bapak dua anak ini tak mampu melayaninya. Asep pun enggan berkonsultasi ke dokter.
Suatu hari, tanpa sengaja karyawan swasta itu membaca brosur yang menyatakan bahwa apa yang dia alami adalah disfungsi ereksi (DE) yang dapat disembuhkan. Ditemani sang istri, ia berkonsultasi dan diberi obat untuk mengatasi keluhannya. "Sekali minum obat, saya bisa langsung 'greng'," katanya sambil tersenyum. Setelah itu, setiap kali hendak melakukan hubungan intim, ia mengonsumsi obat terlebih dahulu.
Sialnya, tak lama obat itu bekerja efektif. Penisnya kembali loyo, meski ia sudah menenggak obat DE. Asep kembali pergi ke dokter untuk mengungkapkan keluhan barunya. Setelah diperiksa, ternyata Asep juga menderita hiperkoleskterol dan hipertensi yang tidak terkontrol. Diduga, inilah yang jadi penyebab ia terkena DE, sehingga dokter mengobati dua gangguan tadi terlebih dahulu.
DE adalah penyakit yang paling ditakuti pria. Sebab penyakit ini dapat menjatuhkan harga diri pria di mata pasangannya. Di dunia, lebih dari 300 juta pria menderita DE. Di Amerika Serikat, DE menyerang 30 juta kaum adam. Sedangkan di Indonesia belum diketahui angka pastinya, tapi ditaksir mencapai angka 6 juta pria.
Sebagai gambaran, Dokter Nur Rasyid, dokter spesialis urologi di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta, mengaku menerima 20-30 pasien DE. Jika dulu orang enggan dan malu mengakui dan berkonsultasi, "Sekarang orang semakin menyadari bahwa DE bisa diatasi," ujarnya.
Mereka kini mengandalkan beberapa terapi. Sebagian besar mengonsumsi obat-obatan yang bekerja sebagai phospodiesterase inhibitor (PDE5). Obat-obatan itu adalah sildenafil, vardenafil, dan tadalafil. Selain itu, sebagian menggunakan obat injeksi seperti alprostadil atau dengan prostesis dan vakum.
Kini ada cara baru yang bisa dijadikan alternatif pengobatan DE. Yaitu dengan memasang sten di pembuluh darah yang menuju penis. Peneliti University of California Davis Medical Center, Sacramento, Amerika Serikat, menjajal peralatan tadi pada 30 pria impotensi yang rata-rata berusia 60 tahun. Pembuluh darah di daerah pinggul menuju penis menyempit. Lalu pembuluh darah itu dipasangi sten. Mereka diminta melakukan hubungan seks selama tiga bulan.
Hasilnya, 68% pasien merasakan puas. Mereka merasakan lebih nyaman dibandingkan dengan menggunakan obat-obatan. Beberapa efek samping menyertai konsumsi obat-obatan itu, seperti turunnya tekanan darah secara drastis. "Ini bukan obat mujarab untuk DE," kata Jason Rogers, Direktur Kardiologi Intervensi di universitas tersebut. "Kami hanya menunjukkan bahwa cara ini bisa dilakukan dan tidak menyakitkan. Ini merupakan uji coba pada manusia yang pertama. Faktanya, dapat digunakan dan meningkatkan aliran darah." Menurut Rogers, uji coba akan dilanjutkan dengan melibatkan 350 pria.
Rogers menyatakan, penderita DE mengeluhkan penggunaan obat-obatan. Mereka mengeluh obat-obatan tidak memberikan respons yang baik dengan efek samping yang tidak mengenakkan. Termasuk prostesis dan obat injeksi. Efek samping itu antara lain kepala pening, wajah terasa panas, penglihatan kabur, dan punggung terasa pegal. Obat-obatan tersebut, kata Rogers, hanya merelaksasi jaringan corpus cavernosum yang memungkinkan darah masuk dan memenuhi penis. Padahal, "Untuk mencapai ereksi, juga dibutuhkan komponen vaskular (pembuluh darah) yang bagus," ujarnya.
Sten biasanya digunakan untuk terapi penyumbatan di pembuluh darah koroner. Dokter biasanya mengatasi hal itu melalui angioplasti, yakni memasukkan sten dengan kateterisasi balon ke pembuluh darah yang tersumbat. Di situ, kateter meniupkan balon dan memasang sten di pembuluh darah. Selain jantung, sten belakangan juga dimanfaatkan untuk mengatasi penyumbatan di pembuluh darah kaki.
Nur Rasyid menyatakan, DE merupakan ketidakmampuan mempertahankan waktu ereksi pada penis dalam hubungan seksual yang memuaskan. Menurut Nur Rasyid, normalnya ketegangan penis itu cukup untuk bisa dimasukkan ke vagina atau terjadi penetrasi. Selain itu, penis harus ereksi sampai terjadi ejakulasi. "Kalau DE, belum ereksi, tapi penis sudah loyo," katanya.
Kualitas hidup penderita DE akan menurun. "Apalagi kalau istri mau, tapi sang suami tak bisa ereksi," katanya lagi. Alhasil, suami pun merasa bersalah dan mulai menghindar dari sang istri. Hidupnya menjadi tak bergairah lagi.
Sebanyak 75% DE disebabkan faktor organik dan 50% penderita DE juga mengidap diabetes melitus. "Penderita diabetes melitus yang tidak terkontrol setelah lima tahun akan mengalami DE," tutur Nur. Selain itu, juga dapat meningkatkan risiko terkena penyakit jantung.
Lantaran hampir 75% DE diakibatkan faktor organik, ini berarti ada masalah di pembuluh darah. Hal itu bisa diatasi dengan obat oral yang bersifat PDE5 inhibitor. "Ini terbukti secara ilmiah bisa memperbaiki DE," katanya. Caranya, dengan mengonsumsi empat tablet pada hari yang berbeda. Bila tidak berhasil, obat itu disuntikkan di batang kemaluan. Jika tidak berhasil juga, digunakanlah pompa vakum bertekanan negatif. Nah, jika masih mengalami DE, digabunglah antara suntik dan pompa. "Kalau tak berhasil lagi, ya, harus operasi," katanya.
Perihal sten yang diuji coba Rogers dan koleganya itu, ia mengaku belum pernah mendengarnya. Namun, menurut dia, pembuluh darah jantung berbeda dari pembuluh darah penis. Jika pembuluh darah jantung berada di dinding luar jantung, penis berada di tengah. "Tak mungkin memasang sten di penis karena letaknya itu," ungkapnya.
Sedangkan Profesor Doddy M. Soebadi, Kepala Bagian Urologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Surabaya, menyatakan bahwa sten bisa dimanfaatkan untuk membuka pembuluh darah penis yang tersumbat. Namun, menurut dia, semua itu baru sampai tahap penelitian, sehingga belum ada di pasaran. Ia menyebut ring sebagai pilihan terakhir untuk mengatasi DE. Selama ini, pasien DE sudah terbantu dengan terapi lini pertama melalui pemberian obat-obatan oral. "Tingkat keberhasilannya mencapai 80%," ujarnya.
Agus Efendi, Manajer Produk PT Bayer Indonesia, sependapat dengan Doddy. Sten sebenarnya pilihan terakhir. "Pilihan pertama tetap memberikan obat oral kepada pasien," katanya. Sejauh ini, obat-obatan oral, termasuk vardenafil, cukup efektif mengatasi DE. Ia menyatakan, obat itu bisa memperbaiki fungsi vaskular.
All about fuck!!
BalasHapus