Minggu, 22 Juli 2012

Ki Sarmidi Mangunsarkoro: Pahlawan Tanpa Rumah Pribadi

 


Rapat kedua Kongres Pemuda II, 28 Oktober 1928. Dalam pengawasan tentara Belanda, Ki Sarmidi Mangunsarkoro tampil membawakan pidato dengan tema "Pendidikan Kebangsaan". Ia mengemukakan bahwa anak harus mendapat pendidikan kebangsaan dan dididik secara demokratis. Bukan tema yang "menyenangkan" dari sudut pandang kolonial. Tapi Ki Mangunsarkoro menyelesaikan pidatonya itu dengan mulus.

Agenda rapat kedua Kongres Pemuda II yang berlangsung di Oost Java Bioscoop di Koningsplein Noord (sekarang Jalan Merdeka Utara, Jakarta Pusat) itu memang fokus pada tema pendidikan kebangsaan. Bersama Ki Mangunsarkoro, ada tiga pembawa pidato lain (Poernomowoelan, Djokosarwono, dan Ki Hadjar Dewantara) yang ikut memberikan sumbangan penting dalam meletakkan nilai-nilai dasar pendidikan di Indonesia dalam rapat itu.

Ki Sarmidi Mangunsarkoro lahir di Surakarta, Jawa Tengah, 23 Mei 1904. Ia dibesarkan di lingkungan keluarga pegawai Keraton Surakarta. Di balik pembawaannya yang sederhana dan bersahaja, terdapat pemikiran-pemikiran besar di bidang pendidikan dan pembangunan karakter jati diri bangsa ini. Gagasan-gagasan penting itu lahir bersama perjuangan Taman Siswa.

Setelah lulus dari Sekolah Guru "Arjuna", Jakarta, Ki Mangunsarkoro langsung diangkat menjadi guru HIS Taman Siswa Yogyakarta. Pada 1929, ia diangkat menjadi Kepala HIS Budi Utomo, Jakarta, hingga akhirnya satu tahun kemudian mendirikan Perguruan Taman Siswa Jakarta atas restu Ki Hadjar Dewantara.
Karya penting Ki Mangunsarkoro untuk Taman Siswa pada masa itu adalah Daftar Pelajaran Mangunsarkoro. Yakni berupa susunan rencana pelajaran baru tahun 1932 yang menjadi sumber buku Pengantar Guru Nasional yang ia tulis pada tahun yang sama. Lewat karya tersebut, Ki Mangusarkoro mengetengahkan pentingnya aspek-aspek kebudayaan sebagai usaha untuk menguji hukum-hukum kesusilaan dan mengajarkan berbagai pembaruan yang disesuaikan dengan perubahan alam dan zaman.
Selain kebudayaaan, dalam karya yang sama, Ki Mangunsarkoro menyebut aspek sosial ekonomi dalam konteks meningkatkan derajat rakyat dengan menumbangkan cengkeraman ekonomi bangsa-bangsa Eropa Barat. Tidak ketinggalan pentingnya aspek politik sebagai upaya merebut kekuasaan politik dari tangan pemerintah kolonialis Belanda.

Di bidang politik, bersama Partai Nasional Indonesia, Ki Sarmidi Mangunsarkoro tak henti-hentinya menyerukan bahwa patriotisme dan nasionalisme tumbuh pada diri seseorang karena ada rasa cinta tanah air dan bangsanya.

Karena ide-ide dan gerakannya seputar pendidikan dan pembangunan karakter bangsa itu, Ki Mangunsarkoro diberi kepercayaan sebagai Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan (PP&K) dalam Kabinet Hatta (1949-1950). Ia kembali menjabat sebagai Menteri PP&K RI dalam Kabinet Halim (Januari-September 1950).

Pada periode ini, Ki Mangunsarkoro berhasil menyusun dan memperjuangkan di parlemen Undang-Undang Nomor 4/1950 tentang Dasar-dasar Pendidikan dan Pengajaran di Sekolah untuk Seluruh Indonesia. Produk hukum ini disahkan sebagai Undang-Undang Pendidikan Nasional pertama di Indonesia.

Kompetensi, kredibilitas, dan pengabdian Ki Mangunsarkoro pada dunia pendidikan lahir dari kesederhanaan hidupnya hingga ia wafat pada 8 Juni 1957. Ki Mangunsarkoro disebut-sebut sebagai tokoh pejuang pendidikan nasional dan pahlawan nasional yang tidak memiliki rumah sendiri.sumber


Tidak ada komentar:

Posting Komentar