Ketua KPK Abraham Samad
JAKARTA - Konflik antara Komisik Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kepolisisn terkait kasus dugaan korupsi simulator SIM di Korlantas Polri terus meruncing. Indonesia Developmet Monitoring mendesak kedua lembaga menghentikan konflik.
Direktur Indonesia Developmet Monitoring, Fahmi Hafel, mengatakan, tarik menarik kewenangan dalam peyelidikan kasus dugaan korupsi pengadaan simulator seharusnya tidak perlu dipersoalkan.
"Apakah itu lebih berwenang Polri atau lebih berwenang KPK yang terpenting adalah hasil dari pembongkaran kasus dugaan korupsi pengadaan simulator tersebut," kata dia dalam siaran persnya kepada Okezone, Selasa (7/8/2012).
Menurut dia, menentukan seberapa banyak uang negara yang bisa diselamatkan dalam kasus ini dan seberat apa hukuman yang dijatuhkan oleh hakim terhadap pelaku korupsi lebih penting dari pada sekedar berdebat.
"Jadi KPK tidak perlu ngotot untuk mengatakan paling berhak dalam melakukan penyelidikan kasus dugaan korupsi tersebut ,sebab kinerja KPK dalam pemberantsan korupsi dibandingkan dengan dana APBN yang terpakai untuk pembiayaan KPK tidak sebanding dengan uang hasil korupsi yang dapat diselamtkan oleh KPK," ujarnya.
Menurut dia, KPK juga tidak terlalu banyak membongkar kasus kasus korupsi big fish yang ada di BUMN yang kerugiannya mencapai triliunan. KPK juga tidak berani menjadikan beberapa elit partai politik sebagai tersangka berkaitan dengan kasus dugaan korupsi pembangunan komplek olahraga Hambalang, Bogor.
"Terkait dengan kasus dugaan korupsi di Korlantas, KPK tidak perlu menghalang-halangi Polri untuk melakukan peyidikan dalam kasus tersebut sebab dasar hukum Polri untuk meyidik kasus tersebut juga ada yaitu KUHAP," ungkapnya.
Dia menilai, KPK berhak mengambil alih kasus ini jika penyidikan di kepolisian jalan di tempat. Jika begitu, kasus ini juga bisa saja jadi bumerang bagi kepolisian.
(trk)
Okezone
Tidak ada komentar:
Posting Komentar